Kisah haru Atlet Judo Indonesia dan Arab menolak untuk membuka hijab
Atlet blind judo putri Indonesia, Miftahul Jannah dinyatakan kalah setelah menolak melepas jilbabnya saat akan bertanding melawan wakil Mongolia, Oyun Gantulga di arena Asian Para Games 2018 Jakarta.
Dalam situs resmi Asian Para Games 2018 dituliskan, dia kalah Senin, 8 Oktober 2018, pukul 10:18 WIB di kelas 52 kilogram putri di arena judo Gedung Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta Pusat.
Atlet asal Aceh itu dinyatakan terdiskualifikasi dari Asian Para Games karena memilih mempertahankan jilbabnya. Sementara wasit pertandingan tidak memperkenankannya. Sebab, jilbab yang dikenakan Miftahul Jannah bisa membahayakan nyawanya sendiri.
“Ini memang aturan dari judo internasional, alasannya karena ditakutkan pada saat main bawah (newasa), akan ketarik dari lawannya yang bisa menyebabkan tercekik,” kata Penanggung Jawab Tim Judo Indonesia, Ahmad Bahar.
Aturan itu, kata Bahar, sebenarnya sudah diterapkan pada Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. ” peraturan ini sebenarnya sudah diterapkan pada awal tahun ini. Pada Asian Games 2018, juga sudah diterapkan. Namun, sosialisasinya kepada atlet masih minim,” kata dia.
Sementara itu, menurut Ketua National Paralympic Committee (NPC) Indonesia, Senny Marbun, peraturan untuk tidak memakai penutup kepala pada cabang olahraga judo memang sudah tertera pada peraturan Federasi Internasional Judo (IJF).
“Saya sangat menyesal sekali masalah itu bisa terjadi. Mungkin ini salah NPC, saya minta tolong dimaafkan. Ini karena keteledoran NPC juga sebetulnya. Saya minta maaf sekali lagi atas kejadian memalukan ini,” kata Senny.
Selain itu, menurut Senny, masalah lain yang menyebabkan terjadi kesalahpahaman sehingga Miftahul memutuskan tidak mau bertanding tanpa jilbab, ialah karena pelatih tim judo Indonesia yang membesut Miftah tak mampu mengartikan regulasi-regulasi yang sudah tertera.
Dalam artikel 4 poin 4 pada peraturan wasit dari IJF menyebutkan, setiap atlet tidak diperkenankan memakai penutup kepala. Kecuali, penutup kepala tersebut memang diharuskan karena pengobatan atau menutupi cedera.
.
“Rambut panjang boleh diikat untuk kenyamanan peserta dan peserta lainnya (lawan). Pengikat kepala harus dari bahan karet atau serupa dan bukan dari bahan metal atau yang kaku. Kepala tidak boleh ditutupi kecuali atas alasan medis,” kata Senny.
Yang mengharukan dari apa yang dialami Miftahul Jannah ialah, dia merupakan orang yang paling bersemangat ingin mengharumkan nama bangsa dengan mengukir prestasi di Asian Para Games. Bahkan, dirinya menjadi salah satu ikon atlet tuna netra yang ikut dalam Asian Para Games.
Sebenarnya apa yang dialami Miftahul Jannah bukan kali ini saja terjadi, tapi juga pernah dialami atlet judo Arab Saudi, Wojdan Ali Seraj Abdulrahim Shahrkhani.
Shaherkani yang ditunjuk mewakili Kerajaan Arab di Olimpiade London 2012, nyaris saja tak bisa bertanding karena terbentur aturan keselamatan atlet judo.
source : viva.co.id